BANGKINANG – Luapan kekecewaan Sekretaris Daerah (Sekda) Kampar H Hambali terhadap Bupati Kampar H Ahmad Yuzar memancing reaksi beragam dari masyarakat dan tokoh masyarakat di Kabupaten Kampar.
Banyak yang menyayangkan hal itu terjadi. Sebagian juga mendukung sikap blak-blakan Sekda Kampar H Hambali dan mengapresiasi Hambali karena berani mengungkap sejumlah persoalan dalam kepemimpinan Ahmad Yuzar di Bumi Serambi Mekkah.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sekda Kampar Hambali mengungkapkan kekecewaannya terhadap Bupati Kampar Ahmad Yuzar. Bahkan Hambali yang juga pernah menjadi Penjabat Bupati Kampar juga mengungkap dugaan kebobrokan Bupati Kampar Ahmad Yuzar. Diantara kekecewaannya adalah adanya kegiatan evaluasi pejabat yang dilakukan bupati tanpa melibatkannya dan dinilai melanggar aturan dalam melakukan evaluasi jabatan. Bahkan Hambali juga termasuk pejabat yang “dipaksa” akan dievaluasi dan surat pemberitahuannya terkesan mendadak, satu hari sebelum pelaksanaan evaluasi.
Hambali juga membongkar permasalahan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) perubahan 2025 yang dinilai cacat hukum karena tidak dihadiri oleh Bupati Kampar pada saat pengesahan dan rapat paripurna sebelumnya. Disamping itu persoalan dalam penyusunan RPJMD.
Hambali juga membeberkan bahwa Yuzar telah menuruti hawa nafsunya membeli mobil dinas baru seharga Rp 1,5 miliar disaat daerah harus melakukan efisiensi anggaran. Dalam melakukan evaluasi pejabat, Yuzar juga telah melakukan demosi beberapa camat yang dinilai berprestasi menjadi sekretaris camat dan kepala bidang.
Hambali juga membeberkan persoalan kepengurusan Korpri dan koperasi pegawai negeri.
Terkait konflik antara Sekda Kampar dengan Bupati Kampar,
Tokoh masyarakat Kabupaten Kampar Ahmad Fikri kepada wartawan, Jumat (17/10/2025) di Bangkinang mengaku malu menyaksikan apa yang terjadi antara Sekda dan Bupati Kampar. Ia juga secara tegas mengatakan, bahwa dia tidak ingin menyalahkan siapa-siapa dalam masalah ini. Baik bupati maupun Sekda harus mengevaluasi diri.
Menurut Ongah, begitu Ahmad Fikri akrab disapa, perselisihan antara bupati dengan Sekda tidak pernah terjadi sebelumnya di Kampar. Pada beberapa periode kepemimpinan Kampar sebelumnya, perselisihan yang terjadi biasanya antara bupati dan wakil bupati.
“Saya malu mendengarkan ini. Tak mungkin rasanya ini terjadi,” ujar Fikri.
Ketua DPRD Kampar periode 2014-2019 dan 2019-2024 ini meminta Bupati Ahmad Yuzar dan Sekda Hambali menahan diri dan mau saling mengalah dan mencari solusi serta saling mendukung demi jalannya pemerintahan yang baik.
Fikri menyarankan agar Bupati Kampar sebagai pemimpin mampu
mengayomi staf maupun pegawainya dan bersikap arif dan bijaksana. Dia diminta mampu menjalin komunikasi dengan bawahannya, bukan mendiamkan masalah, lalu mengambil cara penyelesaian sendiri.
“Sebagai pemimpin mengalahlah beliau. Sekarang rakyat butuh makan. Dalam kondisi baik saja rakyat susah makan, apalagi dalam kondisi tidak baik. Pikirkanlah rakyat. Kalau begini caranya, bukan memikirkan rakyat mereka, mikir perutnya masing-masing berarti itu,” kesal Fikri.
Ia mengharapkan Bupati Kampar juga mampu memberikan contoh. “Kita sebagai rakyat meminta pemimpin yang bijak. Dia diharapkan mampu mengayomi semua elemen, tidak ada lagi bahasa bahwa ini pendukung saya, ini bukan pendukung saya,” beber Ongah yang mengaku masih selalu mendengar bahasa tersebut di lingkaran “orang-orang” Ahmad Yuzar/Misharti.
Yuzar juga diiingatkan tidak mengakomodir masukan dan bisikan negatif dari tim suksesnya pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) lalu karena bisikan negatif itu justru bisa menjerumuskan Ahmad Yuzar karena saat ini Yuzar sudah menjadi pemimpin dari semua elemen dan kelompok. Fikri juga mengaku sudah berkali-kali menghimbau agar tim sukses tidak lagi mengelompokkan masyarakat pendukung Ahmad Yuzar-Misharti dan masyarakat yang bukan pendukung. “Itu keliru, bodoh itu. Tidak boleh itu dilakukan karena akan merugikan bupati dan wakil bupati,” tegas Ongah.
Jika itu masih terjadi kata Fikri, maka yang akan menjadi korban adalah bupati/wakil bupati dan rakyat Kampar.
Kepada masyarakat Ongah juga mengingatkan bahwa Bupati Kampar hari ini adalah Ahmad Yuzar. Namun Ahmad Yuzar diminta untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan baik dan memberikan contoh yang baik.
Fikri juga memahami apa yang dilakukan Hambali terhadap Bupati Yuzar karena menurutnya kemungkinan ada faktor penyebabnya. “Ini kan kalau tak ada angin tak ada terjadi ini. Tak ingin kita uraikan lebih jauhlah itu,” ulas Ongah.
Menurut politisi senior partai Golkar ini, Ahmad Yuzar sebagai pempimpin harus bertanggungjawab untuk meredam masalah yang muncul ini. “Stop, tak ada lagi menyalahkan siapa-siapa. Kalau beliau bijaksana, akuilah jika ada kesalahan, karena dia itu sebagai pemimpin,” kata Ongah.
Lebih lanjut Ongah mengatakan, Ahmad Yuzar harus banyak belajar dari Bupati Kampar periode sebelumnya H Jefry Noer (periode 2001-2006 dan periode 2011-2016).
“Beliau (Jefry Noer red) bukan berasal dari orang pemerintahan, bukan dari birokrat/pamong, tapi dia mampu mengayomi bawahan. Dia mampu “menjinakkan” Sekdanya. Beliau paham betul apa yang harus dilakukan. Bawahannya loyal sama dia. Dinasehatinya bawahannya,” ulas Ongah.
Fikri juga meminta Ahmad Yuzar membuka komunikasi dengan semua pihak, komunikasi dengan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) dan termasuk dengan pengurus MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai penyejuk suasana dan berkomunikasi dengan tokoh-tokoh serta media massa dan jangan mengkotak-kotakkan media massa.
Forkopimda juga diminta punya inisiatif menyelesaikan konflik ditingkat pimpinan daerah ini. “Inilah tugas Forkopimda. Ongah dulu itu, Ongah serahkan kepada Forkopimda kalau ada masalah ditingkat pimpinan. Panggil cepat Sekda itu dan bupati. Malu kita seperti ini,” katanya.
Berkaitan dengan kekecewaan evaluasi jabatan yang dilakukan Bupati Ahmad Yuzar, Fikri berpendapat bahwa evaluasi pejabat itu merupakan kewenangan bupati sebagai pemimpin. Namun demikian Fikri mengingatkan agar evaluasi itu benar-benar dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kalau sekiranya belum bisa dilakukan evaluasi, jangan dipaksain. Kan ada aturannya itu. Kalau tetap dipaksa ada apa?,” ucap Ongah.
Ia juga tidak ingin evaluasi pejabat dilakukan karena sakit hati karena tidak mendukungnya pada Pilkada lalu atau karena unsur sakit hati yang disebabkan faktor lainnya.
Kalau misalnya Sekda tidak lagi mengikuti arahan bupati dan Sekda mengganggu jalannya pemerintahan, maka menurut Fikri itu adalah sebuah niat yang tidak baik. Namun jika karena pilihannya mau bersih-bersih dalam menjalankan pemerintahan, itu adalah sebuah wewenang bupati yang mesti didukung.(ran)
