
PEKANBARU – Ratusan petani dan anggota Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru, Desa Siak Hulu, Kabupaten Kampar serta massa dari
Aliansi Rakyat Riau Menggugat (ARRM) melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Riau, Rabu (2/7/2025).
Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan agar Gubernur Riau Abdul Wahid ikut berperan dalam menyelesaikan persoalan antara petani dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional III (sebelumnya PTPN V red). Gubernur diminta membela nasib petani karena berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bangkinang, petani diharuskan membayar hutang Rp 140 miliar kepada PTPN V dan sita jaminan bank.
Selain itu Gubernur Riau diminta agar mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia melakukan audit atas penggunaan dana pembangunan kebun di Desa Pangkalan Baru dengan pola KKPA dengan bapak angkat PTPN IV Regional 3.
Dalam aksi ini sejumlah orator juga mendesak Gubernur Riau mendorong terjadinya audit agronomi terhadap kebun yang dibangun oleh PTPN IV.
Tokoh masyarakat Pangkalan Baru, Alex Candra menyampaikan, kedatangan mereka ke kantor Gubernur Riau karena sangat berharap Gubernur Riau memperjuangkan nasib para petani di Pangkalan Baru. Sejauh ini mereka melakukan aksi dengan tertib dan damai. Ia yakin dan percaya Gubernur Riau memihak kepada masyarakat.
Mantan anggota DPRD Kampar ini meminta agar Pemprov Riau melakukan audit ekonomi dan audit investigasi terhadap penggunaan anggaran Rp 140 miliar pembangunan kebun dengan pola kemitraan antara masyarakat dengan PTPN IV Regional III (PTPN V).
Selanjutnya massa juga meminta pihak terkait melakukan audit agronomi terhadap kebun yang dibangun oleh PTPN IV Regional III.
Dalam kesempatan ini Alex juga mengungkapkan dari 1.650 hektare lahan yang diserahkan ninik mamak untuk pembangunan kebun, hanya 300 hektare yang menghasilkan buah. Itupun produksinya jauh dari kata memuaskan, hanya rata-rata satu ton perbulan. “Ketika kebun dibangun tidak prosedural, maka yang bertanggungjawab adalah perusahaan sebagai bapak angkat,” tegas Alex.
Petani juga berharap keadilan dalam penegakan hukum kasus ini karena pada saat sidang di Pengadilan Negeri Bangkinang, mereka sudah pesimis bisa menang dalam gugatan itu karena keberpihakan hakim mereka nilai nyata.
“Apalagi dalam gugatan itu, harta pribadi disita PTPN. Kami tak terima, tak mau. Yang paling tak masuk akal, ketika kebun dibangun, Koppsa M tak melihat wujud uang. Kami tak ikut. Kami menyerahkan bulat-bulat ke mereka lahan itu,” bebernya lagi.
Koordinator ARRM Rizki Bintang Pamungkas menyampaikan, kedatangan massa bertujuan untuk menemui Gubernur Riau Abdul Wahid dan menyampaikan sejumlah tuntutan terkait putusan Pengadilan Negeri Bangkinang atas gugatan PTPN IV Regional III selaku bapak angkat pembangunan kebun kelapa sawit yang menyatakan bahwa petani memiliki hutan sebesar Rp 140 miliar buntut gugatan wan prestasi tersebut.
Dikatakan, PTPN IV menggugat Koppsa-M dengan dalih ada hutang dana talangan.
Rizki menambahkan, petani dan pengurus koperasi mengaku heran karena kebun yang mestinya selesai dibangun di lahan 1.650 hektare gagal dibangun. “Kebun kami tidak berbuah dan tidak jadi.
Kenapa petaka itu datang. Ini nggak masuk logika. Petani menjerit karena tak tahu dengan utang piutang itu,” beber Rizki.
Ia mengaku heran kenapa sekelas perusahaan besar, salah satu perusahaan negara tidak melakukan kajian strategis jika memang lahan tidak bisa ditanam dan kenapa mau menjadi bapak angkat.
Rizki juga membeberkan persoalan
take over dana pengelolaan kebun dari Bank Agro ke Bank Mandiri dan
PTPN IV Regional 3 harus bertanggungjawab.
“Mereka selama ini cuci tangan atas pembangunan kebun
yang gagal, kemudian disalahkan masyarakat dan masyarakat harus bayar utang. Masuk logika atau tidak ini,” beber Rizki lagi.
Dari pantauan, sejumlah ibu-ibu juga turut menyampaikan orasi dalam aksi ini. Darami Fauziah menyampaikan, masyarakat sudah memperjuangkan haknya bertahun-tahun. Ia mempertanyakan kenapa PTPN ingkar janji. “Kemana lagi kami mengadukan masalah kami selain kepada pemimpin tertinggi di Riau ini. Sampai hari ini kami masih tergugat sementara kami hanya menerima hasil sembilan ratus ribu perbulan dan kami digugat,” katanya.
Sementara itu Siti Afsah menyampaikan bahwa mereka tidak sanggup mencari uang Rp 140 miliar, sedangkan mereka hanya menerima Rp 900 ribu sebulan.
Jawaban Pemprov
Kedatangan ratusan massa ini disambut oleh Kepala Biro Hukum Yan Darmadi dan sejumlah staf.
Pada kesempatan ini Yan Darmadi menyampaikan bahwa Gubri Abdul Wahid sedang tidak berada di kantor karena sedang berada di Jakarta, rapat di Kementerian.
Yan mengatakan bahwa Pemprov Riau sangat mernhargai upaya yang dilakukan oleh masyarakat.
Ia menambahkan, persoalan ini sudah menjadi ranah yudikatif. Namun demikian ia mengatakan bahwa persoalan ini tidak lazim karena pola bapak angkat melalui kebun plasma, namun yang menggugat adalah pihak PTPN IV Regional III.
Dia menambahkan, masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan hukum dan saat ini masih ada upaya yang dilakukan Koppsa-M melakukan banding di Pengadilan Tinggi Riau.
“Berdasarkan Undang-undan Otonomi Daerah, maka gubernur selaku wakil pemerintah pusat, maka akan meminta penjelasan. Silakan jalurnya melalui proses hukum.
Namun secara teknis formal, kita bisa siapkan surat gubernur terkait permohonan masyarakat terkait audit keuangan dan audit agronomi,” ujar Yan.
Pemprov Riau melalui Dinas Perkebunan mempersiapkan surat kepada bupati.
Terkait investigasi, secara formal, gubernur tidak bisa meminta dilakukan audit investigatif terhadap perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, karena berada di bawah kewenangan dan otoritas Kementerian BUMN.
“Masih ada upaya hukum
Yakinlah bahwa keadilan masih ada,” tegas Yan.
Usai memberikan penjelasan, Yan Darmadi terus didesak sejumlah perwakilan massa agar mendapatkan keterangan dari Gubri Abdul Wahid melalui sambungan telepon. Namun dengan tegas Yan mengatakan bahwa tidak elok kalau massa tetap ngotot melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon karena Gubri sedang melakukan pertemuan dengan menteri.
Setelah upaya itu gagal, perwakilan massa kemudian dipersilakan menyampaikan tuntutan aksi tertulis kepada Gubri.(ran)