
BANGKINANG – Peristiwa kebakaran yang terjadi di Jalan Ahmad Yani, Bangkinang, Kecamatan Bangkinang Kota, Kabupaten Kampar pada Jum’at (16/5/2025) malam telah memicu polemik ditengah masyarakat dan kasus tersebut viral di media sosial.
Kekesalan korban maupun warga dilampiaskan di media sosial. Dalam peristiwa itu korban dan sejumlah warga terlihat histeris dan meluapkan kekecewaannya terhadap Dinas Damkar.
Bahkan beberapa warga (netizen) menyuarakan agar Bupati Kampar mencopot Hendri Dunan selaku Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Kampar. Permintaan pencopotan juga datang dari Anggota DPRD Kampar Eko Sutrisno yang geram dengan peristiwa tersebut karena mereka menilai kinerja Damkar Kampar lamban karena dengan kondisi rumah di tengah kota Bangkinang, yang notabene berjarak hanya ratusan meter dari kantor Dinas Damkar, pekerjaan pemadaman dinilai lamban dan tidak maksimal.
Permasalahan itu ditanggapi serius oleh Komisi I DPRD Kabupaten Kampar dengan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pada Senin (19/5/2025) sore.
RDP dipimpin oleh Ketua Komisi I Ristanto yang juga merupakan Ketua Fraksi Gerindra dan dihadiri Kepala Dinas Damkar Kampar Hendri Dunan dan beberapa staf serta anggota regu yang bertugas piket pada malam kejadian di posko induk, kantor Dinas Damkar Kampar.
Tampak hadir juga anggota Komisi I Raja Reza Pahlefi dari Fraksi PKB, Irwan Saputra dari Fraksi PAN dan Hendri Domo dari Fraksi PPP PKS.
Sedangkan dari Damkar selain Kepala Dinas Hendri Dunan juga turut hadir Inspektur Rio Kusuma Wardani, Komandan Pleton (Danton) Rahmat, Satria dan Komandan Regu (Danru) T Ryan belasan anggota yang bertugas sebagai piket pada malam kejadian tersebut. Selain itu juga hadir perwakilan keluarga korban Beni Zaralata, SH yang juga berprofesi sebagai advokat tersebut.
Dalam rapat tersebut Hendri Dunan menjelaskan kronologi dan upaya yang telah dilakukan anggotanya dalam peristiwa tersebut serta permasalahan yang dihadapai oleh Dinas Damkar dan anggota Damkar selama ini.
Ia menyebutkan, pada malam kejadian, pihaknya menerima laporan di posko induk bukan melalui telpon, namun warga yang datang melaporkan. Begitu mendapatkan laporan pihaknya langsung turun ke lokasi dan bahkan duluan sampai daripada yang melaporkan. Sampai di lokasi mereka tidak bisa langsung bisa menyemprotkan api karena arus listrik masih aktif dan harus menunggu arus dimatikan terlebih dahulu, setelah petugas PLN datang sekitar lima menit barulah PLN dimatikan dan air langsung disemprotkan.
Setelah itu, air dari unit armada pertama langsung disemprotkan, kapasitas air 4.000 liter air dalam sepuluh menit sudah habis dan dilanjutkan mobil kedua, ketiga dan keempat.
Namun karena kapasitas air yang terbatas dan pihaknya tidak punya suplay air (tanki air) maka air cepat habis. Petugas sempat mengambil air dari beberapa tempat seperti tugu ikan, Sungai Songsang dan bantuan air dari PDAM Tirta Kampar.
Untuk menambah pasokan air, pihaknya membutuhkan waktu hingga puluhan menit. Dalam peristiwa itu, dua orang anggotanya sempat terluka dan dari dari warga juga ada yang terluka.
Ia dan Danru T Ryan membantah petugas lalai dalam menjalankan tugasnya karena pada saat tiba di lokasi kebakaran rumah permanen itu sudah sekira 40 persen. Api begitu cepat berkobar karena ada beberapa bahan pemicu di lokasi seperti oli, ban dan lain-lain.
Curhat Kesejahteraan Anggota
Dalam kesempatan ini Hendri juga menyampaikan sejumlah persoalan di tubuh Dinas Damkar Kampar yang telah berlangsung selama ini. Ia menjelaskan, Dinas Damkar memiliki tiga pleton. Satu pleton terdiri dari 10 regu.
Para anggota Damkar memiliki jam piket hingga 48 jam untuk sekali piket. Mereka piket bergantian dari satu posko ke posko lainnya atau berputar dari posko induk ke posko di beberapa kecamatan.
Dunan menyampaikan keprihatinannya terhadap nasib dan kesejahteraan anggotanya. Seorang anggota memiliki gaji pokok Rp 1,8 juta/bulan dan mereka hanya menerima Rp 2,4 juta/bulan. Sementara sebagian sudah banyak memiliki anak dan istri dan harus piket dari satu posko ke posko lainnya yang jaraknya cukup jauh.
Ia berharap kedepan ada tambahan uang lauk dan uang makan. “Mereka piket dari posko induk ke Simalinyang, Siak Hulu, Tapung dan lainnya. Mereka butuh juga biaya sepeda motor,” ungkap Dunan.
Dunan juga mengaku prihatin karena disatu sisi dia harus bersikap tegas dengan tanggung jawabnya ditengah rendahnya tingkat kesejahteraan anggota Damkar.
“Setiap hari cek pasukan.
Setiap malam saya terima vidio call.
Cek wajah mereka setiap hari apakah memang piket atau tidak,” bebernya lagi.
“Saya tuntut mereka kerja 48 jam tapi Pemda tidak bisa memberi perlindungan kepada mereka,” ulasnya lagi.
Ia berharap, permasalahan ini ada hikmahnya. Ia juga mengucapkan turut berduka kepada korban. “Kami dianggap belum maksimal, itu yang bisa kami lakukan menjaga keamanan dan ketertiban menjaga kebakaran,” kata mantan Kadis Koperasi UMK Kampar dan Kadis Pertanian ini.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I DPRD Kampar Ristanto kepada sejumlah wartawan menyampaikan, RDP ini dilaksanakan guna melakukan klarifikasi kepada Dinas Damkar terhadap masalah tersebut sekaligus dalam rangka mengevaluasi.
Menurutnya, perlu beberapa perbaikan dan evaluasi terhadap Dinas Damkar. Perbaikan diantaranya terhadap beberapa unit mobil yang rusak, perlu pengadaan mobil penyuplai air dan mengaktifkan beberapa hidran yang tidak berfungsi padahal hidran ini sebagai sarana untuk pensuplai air.
Ia juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait agar beberapa masalah ini segera bisa diatasi karena peristiwa kebakaran ini merupakan peristiwa yang tidak bisa diprediksi kapan waktunya terjadi.
Sementara itu Anggota Komisi I
Raja Reza Fahlefi berharap forum pertemuan ini tidak dijadikan sebagai forum untuk saling menyalahkan. Peristiwa kebakaran yang viral ini hendaknya menjadi pelajaran agar ke depan ada perbaikan di tubuh Dinas Damkar.
“Banyak persoalan yang perlu dibenahi. Kondisi kendaraan mobil menjadi prioritas,” ujar Raja.
Ia juga menyoroti adanya pelatihan pemadaman pertama di Indonesia baru saja digelar baru-baru ini di sebuah hotel mewah. “Itu tak berbanding dengan kejadian kemarin,” katanya. Politisi PKB ini berharap adanya keterbukaan terhadap masalah ini dan ditemukan solusi.
Anggota Komisi I lainnya
Hendri Domo menyampaikan, kasus ini wajar menjadi perhatian publik karena terjadi di tengah ibu kota Kabupaten Kampar, bukan di daerah pinggiran seperti di Tapung.
Keluarga Korban Nilai Dinas Damkar Tidak Progesional
Salah satu yang menjadi perhatian dalam pertemuan ini adalah kehadiran dari keluarga korban Beni Zairalatha, SH. Pria yang berprofesi sebagai advokat ini sempat tidak mendapatkan kesempatan bicara di ruangan rapat Komisi I yang cukup sempit tersebut.
Beni sempat keluar dari ruang pertemuan. Namun setelah berkoordinasi dengan staf DPRD Kampar akhirnya Beni dipersilakan menyampaikan uneg-unegnya di dalam pertemuan.
Kepala Komisi I dan Pemkab Kampar Beni menyampaikan kekecewaannya karena petugas Damkar Kampar dinilai tidak profesional dalam menjalankan amanahnya.
Ia merasa lucu bahwa dalam waktu sepuluh menit saja air untuk penyiraman dari mobil Damkar sudah habis dan harus menunggu lama untuk penyiraman berikutnya.
“Mudah-mudahan dengan kejadian ini Dinas Damkar lebih objektif dan profesional dalam melakukan pemadaman,” tegas Beni.(adv)