
BANGKINANG – Anggota maupun pengurus Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru, Desa Siak Hulu, Kabupaten Kampar meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Bangkinang memberikan atensi atas keterangan saksi-saksi pada persidangan yang digelar digelar di PN Bangkinang, Selasa (18/3/2025) terkait gugatan oleh PTPN IV Regional III Riau kepada tergugat I Kopsa M dan tergugat II 623 orang anggota Kopsa-M.
Hal itu disampaikan Ketua Kopsa-M Nusirwan kepada wartawan MandiriNews.com usai mengikuti sidang gugatan wanprestasi tersebut di PN Bangkinang dengan agenda pemeriksaan saksi dari tergugat, Kamis (18/3/2025) sore.
Sidang ini dipimpin Hakim Ketua Soni Nugraha, SH, MH, Hakim Anggota 1 Aulia Fhatma Widhola, SH, MH dan Hakim Anggota 2 Ridho Akbar, SH, MH. Turut hadir kuasa hukum dari Tergugat I (Kopsa-M) Armilis Armani, SH, Herry Supriyadi, ST, SH, MH dan Ryand Armilis, SH, MH serta Kuasa Hukum Penggugat (PTPN IV Regional III Riau) Wahyu Awaludin, SH, MH.
Dalam sidang ini Wahyu Awaludin, SH, MH menolak beberapa saksi karena beberapa alasan, diantaranya ada saksi yang merupakan anak dari almarhum anggota koperasi. Dari empat saksi yang dihadirkan tergugat, dua orang ditolak majelis hakim untuk bersaksi.
Ketua Kopsa-M Nusirwan usai persidangan berharap majelis hakim memberikan atensi atas keterangan dua orang saksi yang didengarkan kesaksiannya dalam persidangan ini. “Kita mau keterangan saksi betul-betul jadi atensi majelis hakim di mana secara fakta tadi telah disampaikan,” ujar Nusirwan.
Menurutnya, rapat anggota luar biasa (RALB) yang digelar pada 9 Februari 2013 silam sebagaimana yang disampaikan saksi bahwa berita acaranya dipastikan tanpa sepengetahuan anggota.
“Akar masalah dari gugatan PTPN ini adalah RALB 9 Februari 2013 itu. Kami optimis karena memang dasar lahirnya angka hutang yang diklaim PTPN itu lahir dari berita acara yang tak benar, yang syarat dengan kepentingan pribadi Mustakim (mantan Ketua Kopsa-M) dan PTPN. Akar masalahnya karena berita acara dikarang oleh Mustakim dan PTPN V tanpa persetujuan anggota,” terang Nusirwan.
Kuasa Hukum Tergugat I Ryand Armilis, SH, MH dari Kantor Kuasa Hukum Armilis Ramaini, SH kepada wartawan usai persidangan menyampaikan, dari empat saksi yang dihadirkan, dua saksi ditolak oleh majelis hakim.
Dari keterangan saksi pertama pada persidangan tersebut, Saksi Suhaita, dalam rapat anggota tahun 2013 tidak pernah ada persetujuan kredit ke Bank Mandiri dan tak pernah ada rapat anggota yang menyetujui pembaruan perjanjian Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).
“Tak ada persetujuan rapat anggota untuk pengangguran sertifikat 602 sertifikat ke Bank Mandiri dan tak ada persetujuan konversi,” tegas Ryand.
Atas hal itu pula pihaknya telah membuat laporan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen yang telah dilaporkan ke Polda Riau.
Sementara dari keterangan saksi kedua, Fajri terungkap bahwa proses pembangunan kebun yang dilakukan PTPN V tidak selesai
pembangunannya, tidak selesai dengan standar yang ada dan hasilnya tidak maksimal sehingga proporsi pembayaran kredit juga tidak maksimal.
Ketua Majelis Hakim Soni Nugraha dalam sidang tersebut menegaskan bahwa mereka akan memutus perkara ini berpijak pada hukum acara yang berlaku. Ia juga mengingatkan bahwa peradilan ini dilaksanakan dengan azas sederhana, cepat dan berbiaya ringan.
Ia juga menjamin bahwa persidangan bersikap fair dan dia mengingatkan para pihak agar jangan ada yang menggubris jika ada pihak yang menghubungi para pihak yang menjanjikan sesuatu dalam perkara ini.
Dalam sidang tersebut majelis hakim juga tidak mengabulkan permintaan tergugat satu dan dua yang ingin mengajukan sidang pemeriksaan saksi ditambah sebanyak dua kali. Hakim hanya mengabulkan sekali dengan agenda pemeriksaan saksi atau ahli.
Soni mengungkapkan, majelis hakim telah memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak sebanyak dua kali pemeriksaan saksi baik dari penggugat maupun tergugat.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar 25 Maret mendatangkan dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli
Berawal dari Kebun yang Gagal
Terkait sekelumit permasalahan yang dihadapi sebanyak 623 anggota Kopsa-M, Kuasa Hukum Anggota Koperasi Kopsa-M, Suwandi, SH ketika diminta keterangannya kepada wartawan, Selasa (18/3-2025) malam menjelaskan, gugatan PTPN IV Regional III Riau (sebelumnya PTPN V) karena menurut PTPN V ada hutang anggota koperasi sebanyak Rp 140 miliar berkaitan pembangunan kebun pola KKPA.
Menurut Suwandi, dalam sistem KKPA, anggota koperasi tidak menerima uang tapi yang diterima adalah barang, dalam hal ini kebun sawit. Apa yang terjadi di Desa Pangkalan Baru, kebun yang dibangun mitranya, PTPN V gagal. Hal itu berdasarkan penilaian teknis yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar tahun 2017 lalu.
“Mestinya menghitung hutang petani itu dinilai kondisi kebun, sebab banyak kebun yang tidak bisa dipanen, banyak semak belukar dan tak terawat,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, selain banyak yang gagal dibangun, banyak akses jalan dan jembatan ke kebun tidak dibangun.
Dikatakan, uang sebanyak Rp 140 miliar ini tidak pernah diterima oleh petani/anggota koperasi. Hutang sebesar Rp 140 miliar yang dikatakan PTPN tidak terbayar karena kondisi kebun. Ia menyebutkan, utang koperasi/3 bulan sekira Rp 2 hingga 3 miliar atau rata-rata Rp 1,5 miliar/bulan.
“Sedangkan produksi atau hasil panen saat dikuasai PTPN V saja hanya empat ratus juta (rupiah) perbulan. Ini tidak mencukupi. Dikasihpun semuanya hasil panen tetap tidak terlunasi utangnya,” terang Suwandi.
Ia menambahkan, mestinya utang tersebut adalah tanggungan PTPN, bukan ditanggung petani.
Suwandi juga menjelaskan awal mulanya muncul utang yang diklaim mencapai Rp 140 miliar itu. Di mana sebelumnya pada tahun 2003-2013 telah terbit utang koperasi sekira Rp 30 miliar dan utang PTPN V sekira 40 miliar lebih dengan total Rp 79 miliar.
Oleh pengurus sebelumnya, utang ini dilunasi dengan membuat utang baru ke Bank Mandiri dan utang baru ini ditambah bunga mencapai Rp 140 miliar karena bunganya cukup besar. Karena utangnya cukup besar, anggota koperasi tidak bisa membayarnya dan pembayaran utang dilakukan oleh PTPN. “Nah, itulah yang dituntut oleh PTPN padahal itu tidak terbayar karena kebun gagal.
Dia menambahkan, petani/anggota koperasi bukannya tidak mau membayar utang, tapi jumlah utang tersebut harus sesuai kondisi kebun. “Apakah nanti akan dihitung Disbun Provinsi, konsultan atau Disbun kabupaten silakan. Apapun hasilnya kita siap bayar,” ulasnya.
Berdasarkan penilaian teknis Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar, kebun ini harus dilakukan replanting. Layak atau tidaknya kebun tersebut berdasarkan sk Gubernur Riau Nomor 07 Tahun 2021 tentang KKPA adalah kebun yang masuk dalam kategori grade A. “Kini, tidak ada grade—nya sebab kebun gagal. Karena hasilnya dibawah satu ton,” beber Suwandi.(ran)